Patriarki perempuan desa, dreaming of exploring the world!


Banyak sekali hal-hal dalam hidup ini yan belum pernah aku rasakan. Entah soal belajar kultur budaya daerah-daerah lain, berbicara lebih dekat dengan berbagai macam orang, bertukar informasi mengenai adat istiadat, menilik lebih jauh tiap-tiap perspektif unik nan beragam dari tiap kepala manusia, merasakan dinginnya musim salju, melihat mekar-mekar bunga sakura maupun bunga tulip di belahan dunia, dll.

Kalau dipikir-pikir ternyata banyak sekali hal-hal yang masih rumpang dalam hidupku, banyak yang belum aku tahu, banyak tempat yang belum pernah aku kunjungi, banyak beda ras, warna kulit, sudut pandang dan karakteristik manusia yang belum aku temui, banyak sekali ilmu dan pengalaman yang belum pernah aku lahap. Rasanya ingin ku lahap semua rasa manis, asam, pahit kehidupan yang ada di dunia ini. Hingga semua bermuara pada kebijaksanaan, kedamaian, dan ke-bermanfaatan untuk dunia, serta mencapai penilaian terbaik untuk semesta.

Anyway, aku adalah gadis yang terlahir dan besar di desa, di kota yang amat jauh dari kata populer dan maju. Sejak kecil aku berada di circle yang mana tak boleh memiliki cita-cita tinggi, tabu untuk sekedar berangan-angan memiliki sebuah karya, memiliki kolam renang, memiliki rumah tingkat dua, menjadi orang terkenal, apalagi bisa menjelajah ke luar negeri. Semua masih sangat tabu untuk di angan-angankan apalagi dicita-citakan. Karena aku berada di circle dimana masyarakat memiliki pemikiran sekolah adalah sarana untuk mendapatkan kerja, tidak perlu sekolah yang tinggi-tinggi yang penting bisa kerja dan memiliki penghasilan yang cukup, kerja tak perlu menunggu passion dan senang dulu pada bidang tertentu yang penting asal dapat gaji yang lumayan aja, membaca buku masih menjadi sesuatu yang amat asing untuk dijadikan hobi, menyukai lagu berbahasa barat adalah sesuatu yang dilihat “sok nginggris”, belajar bahasa asing ditanya “emang gunanya apa”, dll.

Apalagi nih ya, aku dilahirkan sebagai perempuan, di desa pula, rasanya seperti double-kill aja wkwk. Karena realitanya aku harus menghadapi bejibun patriarki yang sudah berabad-abad di pegang oleh masyarakat sekitar. Dimana perempuan tak harus sekolah tinggi-tinggi karena konon katanya dapur, kasur, dan sumur lah yang menjadi tempatnya nanti setelah menikah,  perempuan tak perlu terlalu pintar karena nanti takutnya tak ada lelaki yang mau mendekati karena minder, perempuan harus senantiasa terlihat kalem dan penurut seolah-olah memiliki banyak kegiatan dan aktif belajar organisasi disana sini adalah sebuah kesalahan, dan masih banyak lagi patriarki yang menyusahkan perempuan.

Dari kecil memang aku adalah perempuan yang penurut dan gak neko-neko(lebih tepatnya gak berani neko-neko), selalu mengiyakan apapun perspektif masyarakat, tak sama sekali mempunyai cita-cita yang rasanya harus aku perjuangkan, gak berani berkata “tidak” untuk apa-apa yang padahal membuatku ganjal dan merasa absurd. Tapi sedikit demi sedikit aku mulai menyadari bahwa pemikiran-pemikiran dari desa tersebut tidak relevan lagi untuk perempuan jaman sekarang.

Sejak jaman R.A Kartini sebenarnya masyarakat harus sudah mau membuka pikiran kalau perempuan juga berhak atas hidupnya sendiri kok ya. Perempuan sangat berhak untuk memilih jalan apa dan seperti apa yang ingin ia tempuh, perempuan berhak bertisipasi, berhak didengarkan, berhak ikut andil apa-apa yang ada di hidupnya dan di masyarakat sekitarnya.

Pemikiran-pemikiran ini aku dapat hanya dalam waktu 3 tahun aku merantau di kota lain. Aku sangat bersyukur luar biasa dengan pengalaman yang Tuhan kasih ke aku ini, meskipun yaa.. jalannya gak selalu mulus, banyak kerikil-kerikil dan kelokan-kelokan tajam. Tapi justru itu, ternyata Tuhan hanya sedang melatihku agar aku bisa survive untuk hidupku dengan caraku sendiri, dan membuat kesepakatan dan tindakan dengan tanganku sendiri. Makasih ya Tuhan, hehe.

Semakin jauh aku pergi dari rumah, maksudnya merantau hehe. Rasanya aku jauh berkembang menjadi sosok yang selalu haus akan pengalaman baru, baru kusadari bahwa dunia itu tidak sesempit seperti yang aku bayangkan dari kecil. Dunia  begitu sangat lekat akan variasi akan tiap tempatnya, tiap individunya, tiap pemikirannya. Maka dari itu, aku menjadi sosok yang selalu ingin merantau, dan berpergian ke tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Aku selalu berdoa agar Tuhan kasih kesempatan itu sebelum ajal maut menjemputku hehe. Gak lebih, gak kurang hanya agar aku memiliki penafsiran yang paling adil terhadap apapun di dunia ini.

Komentar

Postingan Populer